Senin, 18 Juli 2016

Gedung Kesenian Ciamis dan Coretan di Dinding




Gedung Kesenian Ciamis dan Coretan di Dinding

+“A, aya nu nyorat-nyoret Gedung Kesenian (Ciamis).”
- “Coretan kumaha?”
+”Teuing, teu jelas. Da abi ningalina ti jalan, bari ngaliwat. Saliwat mah asa aya tulisan siga puisi Rendra, ngan abi teu apal da teu jelas. Ngan aya lambang Anarki.”

Lebih kurang begitulah percakapan saya dengan seorang kawan yang lama tak jumpa. Beberapa hari lalu ia berkunjung. Mengawali obrolan, bukan menanyakan kabar atau basa-basi lainnya, ia malah langsung melaporkan semacam vandalisme di Gedung Kesenian Ciamis. Barangkali kawan saya itu tahu, sejak lama saya mengkritik gedung megah itu maka ia pikir saya akan sangat tertarik dengan informasi ini. Namun meski sejak lama bersikap kritis terhadap gedung itu, mendengar gedung itu ada yang mencoret-coret, saya pun terkaget apalagi kabarnya ada kutipan (yang mirip) puisi W. S. Rendra di sana. Jika si pencoret sebatas orang iseng atau muda-mudi yang kurang ruang ekspresi seni rupa, agaknya mengutip puisi Rendra itu terlalu serius untuk sekedar sebuah keisengan atau sebut saja kenakalan remaja.

Rasa penasaran tak kunjung pergi sejak kawan saya mengabarkan berita itu. Akhirnya saya pun menyengajakan diri pergi ke Gedung Kesenian Ciamis, berniat melihat sendiri coretan-coretan itu lebih dekat dan mengabadikannya dengan kamera ponsel pintar saya. Setibanya di sana, benar saja. Dinding kanan-kiri pintu utama dan pintu utama bagian kanan sudah dihiasi coretan yang diduga menggunakan pilox hitam. Ada 5 coretan yang menghitam di gedung yang konon seharga lima  milyar lebih itu. Tiga coretan berbentuk semacam lambang anarki (huruf A kapital dalam lingkaran) yang terdapat di dinding kiri pintu utama dan kaca pintu utama bagian kanan. Dua lagi coretan berupa tulisan “Sekarang jamnya mabuk! – Charles B.” dan “MAKSUD BAIK SODARA UNTUK SIAPA? Rendra.”

 Saya bukan polisi atau ahli grafolgi yang bisa memastikan dengan yakin apakah coretan-coretan itu dibuat oleh satu tangan yang sama atau bukan. Hingga saat ini saya belum tahu pasti siapa yang melakukan ini. Juga belum ada seseorang atau sebuah kelompok yang mengaku bertanggungjawab atas aksi ini. Lepas dari analisis seorangkah atau banyak orangkah yang melakukan coretan itu, saya lebih tertarik pada maksud dari coretan yang sering dipandang sebagai bentuk vandalisme ini.




Tiga coretan lambang yang mirip lambang anarki boleh jadi merupakan pesan tersembunyi dari si pencoret. Anggap saja coretan itu adalah benar lambang anarki, dan jika kita membaca sejarah serta pengertian anarki, kita barangkali bisa berasumsi bahwa coretan-coretan ini ditujukan untuk pemerintah, terlebih coretan ini berada di gedung milik pemerintah, gedung plat merah. Anarki bukan sebatas tindakan kekerasan yang brutal. Anarki pada perkembangannya telah mengokohkan diri menjadi isme, lengkap dengan segenap pemikir dan teori-teorinya. Anarkisme mencoba memberi tawaran pada dunia tentang bagaimana dunia dan kehidupan ini musti dilakoni khususnya dalam konteks sosial politik. Namun kitapun tidak bisa mutlak  menuduhkan pencoretan ini pada orang berpaham anarkisme. Boleh jadi pencoretan lambang anarki ini sebatas keren-kerenan, mengikuti trend (tanpa memahami maksud), atau bisa juga si pencoret memang adalah seseorang yang paham betul tentang anarkisme. Banyak sekali kemungkinan.

Tentang tulisan “Sekarang jamnya mabuk! – Charles B.”, ini pun bisa punya banyak tafsir. Terhadap “Sekarang jamnya mabuk!”, ini boleh jadi seruan/ajakan untuk mabuk dalam arti menenggak miras atau mengkonsumsi Napza. Kalau kita mau berandai-anadai, katakanlah saat peristiwa pencoretan itu berlangsung, di sana, di sekitaran Gedung Kesenian Ciamis itu sedang berkumpul muda-mudi (atau orang tua pun boleh jadi) yang hendak mabuk-mabukan. Seseorang dengan gagah berani kemudian berseru seraya menyemprotkan piloxnya ke dinding gedung, menulis “Sekarang jamnya mabuk!”. Dan di akhir tulisan ia sematkan nama samarannya “Charles B.”



Atau mungkin “mabuk” dalam tulisan itu punya arti lain. Mabuk ini berarti keblinger, edan, gila, tak sadar, tak bernalar sehat, sempoyongan, ngaco, yang kesemuanya ini merupakan sindiran pada kondisi pemerintah Ciamis kini yang dianggap oleh si pencoret layaknya orang mabuk. Pemerintah Ciamis seperti tak berakal sehat dengan membangun gedung ini, gedung yang dalam hemat saya malfunction, cacat sebagai gedung kesenian jika membandingan dengan gedung-gedung kesenian yang lebih senior secara usia : Gedung Kesenian Rumentangsiang Bandung, Gedung Kesenian Sunan Ambu dan Gedung Kesenian Dewi Asri (ISBI Bandung) misalnya, atau Gedung Kesenian Kota Tasikmalaya, misalnya. Atau boleh jadi sindiran pada Pemprov Jabar karena sebagian besar dana pembangunan gedung ini berasal bantuan Pemprov Jabar. Terkait “Charles B.”, ini barangkali merupakan nama samaran si pencoret atau bisa saja nama asli, kita tak pernah tahu sebelum bertanya langsung pada si pencoretnya. Jika kita berasumsi bahwa “Charles B.” adalah seorang tokoh, maka banyak sekali Charles B. yang musti kita kaji sebab nama Charles B. bisa merujuk pada banyak tokoh di berbagai bidang. Dan jika Charles B. ini adalah seorang tokoh, maka Charles B. siapa yang pernah mengujar “Sekarang jamnya mabuk!”. Sekali lagi, banyak kemungkinan.



Terkahir adalah tulisan yang paling tampak dari arah depan karena posisinya memang terdapat pada dinding yang menghadap ke arah depan (jalan) yakni tulisan “MAKSUD BAIK SODARA UNTUK SIAPA? Rendra”. Selain posisinya yang visibel, tulisan ini menjadi mencolok sebab penulisannya menggunakan huruf kapital secara keseluruhan kecuali untuk tulisan “Rendra”. Perbedaan penggunaan huruf ini mungkin dimaksudkan bahwa tulisan berhuruf kapital merupakan kata-kata Rendra. Sampai sini kita masih dibingungkan, Rendra mana yang menulis ini. Bisa saja si pencoret bernama Rendra. Atau bisa saja yang dimaksudkan adalah Wibrodus Surendra Bawana Rendra yang pasca masuk Islam mengganti namanya menjadi Wahyu Sulaiman Rendra (W. S. Rendra), seorang penyair besar Indonesia yang dikenal kritis terhadap persoalan-persoalan sosial politik, seorang budayawan dan pendiri Bengkel Teater Rendra. Jika yang dimaksud adalah Rendra yang ini maka saya kira ini bukan sekedar iseng belaka. Ada satu puisi W. S. Rendra yang pada dua baitnya terdapat kata-kata yang sama persis dengan tulisan itu.

Sajak Pertemuan Mahasiswa

Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit,
melihat kali coklat menjalar ke lautan,
dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.

Lalu kini dua penggalah tingginya.
Dan ia menjadi saksi berkumpul di sini memeriksa keadaan.

Kita bertanya :
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
Orang berkata : “Kami punya maksud baik”
Dan kita bertanya : “Maksud baik untuk siapa?”

Ya! Ada yang jaya, ada yang terhina
Ada yang bersenjata, ada yang terluka.
Ada yang duduk, ada yang diduduki.
Ada yang berlimpah, ada yang terkuras.
Dan kita di sini bertanya :
Maksud baik saudara untuk siapa?
Saudara berdiri di pihak yang mana?”

Kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani yang kehilangan tanahnya.
Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang kota.
Perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja.
Alat-alat kemajuan diimpor tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya.

Tentu kami bertanya : “Lantas maksud baik saudara untuk siapa?

Sekarang matahari, semakin tinggi.
Lalu akan bertahta juga di  atas puncak kepala.
Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
Kita ini dididik untuk memihak yang mana?
Ilmu-ilmu diajarkan di sini
akan menjadi alat pembebasan,
atau alat penindasan?

Sebentar lagi matahari akan tenggelam,
malam akan tiba. Cicak-cicak berbunyi di tembok.
Dan rembulan akan berlayar.
Tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda.
Akan hidup di dalam bermimpi.
Akan tumbuh di kebon belakang.

Dan esok hari matahari akan terbit kembali.
Sementara hari baru menjelma.
Pertanyaan-pertanyaan kita menjadi hutan.
Atau masuk ke sungai menjadi ombak samodra.

Di bawah matahari ini kita bertanya :
Ada yang menangis, ada yang mendera.
Ada yang habis, ada yang mengikis.
Dan maksud baik kita berdiri di pihak yang mana!

(Jakarta, 1 Desember 1977)

Menurut beberapa catatan, puisi ini dipersembahkan Rendra untuk mahasiswa UI. Adegan pembacaan sajak ini turut mengisi film besutan Sjuman Djadja berjudul Yang Muda Yang Bercinta produksi tahun 1997. Rendra bermain sebagai pemeran utama dalam film tersebut.


Agaknya kita bisa menerka-nerka apa “maksud baik” dan siapa “saudara” yang terdapat dalam puisi itu. Tapi bagaimana dengan “maksud baik” dan “sodara” pada tulisan di gedung megah itu? Apakah “maksud baik” dan “saudara” yang terdapat pada Sajak Pertemuan Mahasiswa tersebut punya makna yang sama persis dengan yang terdapat pada tulisan si pencoret? Hemat saya, jika “saudara” dalam puisi Rendra itu tertuju (spesifik) pada Pemerintahan Orde Baru jelas maknanya berbeda sebab 2016 ini Orde Baru (katanya) sudah runtuh melalui peristiwa 1998. Namun jika puisi ini ditarik secara mimetik ke 2016, barangkali “saudara” versi Rendra dan “sodara” versi si pencoret bisa berjumpa pada satu target yang sama : Pemerintah. Rendra yang hidup di masa itu menembak pemerintah dengan sebutan “saudara” dan si pencoret meminjam “saudara”nya  Rendra untuk menembak pemerintahan masa kini, spesifiknya Pemda Ciamis. Boleh jadi begitu atau bukan, lagi-lagi, banyak kemungkinan.

Lantas, bagaimana dengan “maksud baik”?
  

 Ciamis, 18 Juli 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ciamis Jadi Galuh: Lagu Lama Kaset Baru?

  “Duh, meni norowélang kitu ngadongéngkeun Situ Panjalu. Na urang mana kitu ujang téh?” “Abi kawit mah ti Panjalu, Galuh palihan kalér.” ...