Demi tuhan, saya memang tidak tahu. Sepanjang ingatan saya, patung itu
sudah lama berdiri di sana tanpa saya tahu siapa penciptanya. Dan saya agak
yakin juga, bukan saya seorang saja yang tidak tahu pembuat patung itu. Saya
hanya tahu bahwa patung itu sudah jadi milik negara. Pembuatannya bukan di
zaman saya jadi saya tidak tahu siapa yang buat.
Niat saya baik. Saya menilai perlu ada pembaharuan. Bukan berarti
patung itu jelek. Patung itu sangat bagus dan indah, apalagi penciptanya ialah
seorang seniman besar. Seorang pematung kelas dunia. Sebagai pemimpin daerah
dan warga asli daerah ini, saya bisa mewakili perasaan segenap warga masyarakat
yang tentunya merasa bangga akan kehadiran patung itu yang telah menemani
hari-hari kami. Jadi ikon daerah kami. Namun seiring perkembangan zaman dan
kemajuan yang telah dicapai daerah kami dibawah kepemimpinan saya, alangkah
baiknya jika patung itu diperbaharui agar lebih mewakili visi dan semangat
kekinian dari daerah kami.
Tidak. Sama sekali saya tidak punya niatan atau perasaan merendahkan
atau mencemooh patung itu sebagai patung yang ketinggala zaman. Ah, itu anggapan
orang-orang yang iri saja pada saya. Atau mungkin itu tulisan-tulisan di koran
yang kurang bertanggungjawab. Sudah saya katakan, saya dan segenap masyarakat
di sini sangat bersyukur dan bangga atas kehadiran patung itu. Daerahnya jadi
tempat berdirinya patung karya seniman terkenal, siapa yang tak bangga.
Justru tindakan yang saya lakukan adalah wujud rasa cinta dan
kebanggaan terhadap daerah yang saya pimpin ini. Ide pembaharuan, sekali lagi
saya katakan, pembaharuan patung itu berangkat dari rasa bangga saya atas
pencapaian-pencapaian pemerintah dan masyaraat daerah yang saya pimpin. Sebagai
daerah yang baru beberapa tahun memiliki hak otonomi, wajar saya merasa bangga
atas segala pencapaian kami. Sebagai wujud rasa cinta, bangga, dan syukur saya
maka saya bermaksud memperbaharui patung tersebut. Semangat yang tersirat
dibalik patung itu sudah bagus dan itu pula yang memberi kami semangat lebih
untuk bekerja membangun daerah kami. Nah,
semangat itu alangkah lebih baik jika bisa dipancarkan lebih luas lagi, lebih
dahsyat lagi melalui bentuk patung yang baru. Kan begitu.
Masalah metode pembaharuan patung, memang ada hal-hal yang saya sesali.
Untuk kekhilafan saya, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Idealnya memang
saya memberitahu dan minta izin pada seniman pematung itu, tapi karena
keterbatasan pengetahuan dan wawasan saya, apa boleh buat. Saya akui saya
khilaf dan oleh karenanya saya mohon maaf kepada seluruh pihak yang merasa
kurang nyaman atas tindakan saya terhadap patung itu, terutama kepada seniman
bersangkutan.
Saya kan manusia, bukan malaikat. Sudah pasti punya kekurangan, ada
kealpaan. Justru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini kita harus saling
mengisi. Kekurangan saya bisa diisi oleh masyarakat dan begitu sebaliknya. Pemerihtah
dan masyarakat, apalagi dalam hal ini seniman, sudah seharusnya saling mengisi.
Saling mendukung dan bekerja sama membangun daerah. Harus ada sinergitas yang
baik antara seniman dan pemerintah. Kan sama-sama masyarakat, sama-sama rakyat.
Secara esensi, tidak ada antara saya dan sang pematung itu. Sama-sama anak
bangsa, sama-sama tumpah darah negeri
ini.
Apa jadinya hidup tanpa seni? Seni itu unsur mendasar yang wajib ada di
tiap sendi kehidupan. Kalau saya tidak punya jiwa seni, dengan apa saya
memperindah daerah yang saya pimpin. Seni itu tinggalan mulia para leluhur
kita. Pelesrarian dan pengembangannya adalah wajib. Saya berupaya keras membuat
kebijakan-kebijakan yang mendorong pelestarian dan pengembangan kesenian di
daerah saya. Seniman adalah mitra pemeritah sejak lama.
Itu baiknya. Dengan peristiwa ini kan saya jadi kenal beliau. Jadi silaturrahmi.
Kemarin saya sudah temui beliau dan beberapa seniman lain. Saya sampaikan salam
silaturrahmi dan permohonan maaf. Beliau seniman besar, sudah level nasional,
bahkan internasional. Silaturrahmi kemarin tentu baru langkah awal. Saya, baik
atas nama pribadi maupun pimpinan
daerah, akan terus menjalin silaturrahmi dengan seniman-seniman demi membuat
sinergitas untuk membangun daerah.
Iya, seperti yang sudah saya utarakan. Silaturrahmi ini baru langkah
awal. Ini kan langkah yang baik. Saya juga jadi menambah kawan, menambah
saudara. Ini baik untuk saling menularkan semangat. Kebetulan kami punya banyak
kesamaan. Yang paling utama, saya dan beliau sama-sama punya semangat
membangun. Pancaran semangat beliau bisa terlihat dari karya-karyanya yang
menomental dan bernilai seni tinggi. Semangat membangun ini pun yang saya
kelola baik-baik untuk daerah saya. Besar harapan saya bila semangat ini bisa
lebih membumi dan meluas. Semangat membangun ini seyogianya memang bukan hanya
hadir di daerah saya saja, tapi juga di daerah lain. Kita kan masih dalam satu
bingkai. Semangat pembangunan yang tertata dalam struktur pemerintahan dari
pucuk pimpinan hingga yang paling bawah, dari Gubernur hingga RT, itu hal
diharapkan bersama agar pembangunan bisa lebih tertata, terencana, dan mudah dievaluasi.
Memimpin daerah besar seperti provinsi kita ini butuh semangat membangun yang
tinggi. Pemimpinnya jelas harus tangguh dan pantang menyerah. Banyak sekali
persoalan yang harus segera diselesaikan. Ini hanya mungkin teratasi dengan
semangat membangun yang tinggi dan tak putus-putusnya.
Ya, bila memang rakyat mempercayai saya menjadi pemimpin yang lebih tinggi,
dengan sekuat tenaga, dengan segenap hati dan jiwa, saya akan berusaha untuk
tidak mengecewakan. Saya akan jaga baik-baik amanat dan mandat rakyat.
Panjalu,
14
Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar